Total Tayangan Halaman

05/04/14

MATERIALITAS DALAM AUDIT

NAMA ANGGOTA KELOMPOK:
EGA DASTENTYA OKTAVIA
KURNIA PUTRI HIDAYANINGTYAS
WIMALA NISITASARI

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG


BACA DULU

Hai teman-teman pembaca blogger saya. Saya sedang mengikuti lomba menulis yang diadakan oleh www.sejutaekspresi.com. Penentuan pemenang akan ditentukan oleh sistem vote. Jadi mohon kepada pembaca blogger saya untuk berkenan untuk memberikan vote kepada tulisan saya. Caranya mudah. Untuk memberi vote, anda cukup:

  • masuk ke alamat web http://www.sejutaekspresi.com/tulisan/ibu-juara-satu/
  • silakan vote tulisan saya dengan mengklik tanda like, komen, maupun share.
  • Diharapkan untuk lebih men-share, karena nilai share paling tinggi hehe
  • jika anda disuruh login, silakan login dengan akun facebook anda
Saya sangat berharap kerja sama dari Anda. Simbiosis mutualisme gitu. Anda boleh menggunakan blog saya sebagai referensi tugas (bahkan boleh copas hehe), dan sebagai gantinya, tolong vote tulisan saya itu huhuhu... Lomba ini ditutup tanggal 28 februari 2015. Jadi penulis mohon bantuan anda semuanya :* terimakasih banyak 
 
 
 

I.            MATERIALITAS
Materialititas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Sehingga, materialitas mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek audit atas laporan keuangan. SA Seksi 312 Risiko Audit Dan Materialitas Audit dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan materialitas dalam :
1.      Perencanaan audit, dan
2.      Penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

II.            KONSEP MATERIALITAS
            Boynton, Johnson & Kell (2001:286) dalam bukunya mendefinisikan materialitas sebagai berikut:
“Besarnya suatu pengabaian atau salah saji informasi akuntansi yang, di luar keadaan di sekitarnya, memungkinkan bahwa pertimbangan seseorang yang bergantung pada informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh pengabaian atau salah saji tersebut.”
            Definisi lain dari materialitas menurut Arens & Loebbecke (2003:42) dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf mendefinisikan materialitas sebagai berikut :
“Suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan yang rasional”
            Mulyadi (2002) mendefinisikan materialitas sebagai berikut:
 “Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.”
            Berdasarkan definisi – definisi diatas dapat disimpulkan bahwa materialitas adalah besaran jumlah nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dimana salah saji dapat dikatakan material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan para pegguna laporan keuangan.
            Definisi tersebut mensyaratkan auditor untuk mempertimbangkan baik:
1.      Situasi yang berkenaan dengan entitas dan
2.      Informasi yang dibutuhkan oleh pihak yang akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan yang diaudit.
Sebagai contoh, suatu jumlah yang material bagi laporan keuangan suatu entitas mungkin tidak material bagi laporan keuangan entitas lainnya yang memiliki ukuran atau sifat yang berbeda. Juga apa yang material bagi laporan keuangan entitas tertentu mungkin akan berubah dari satu peride ke periode lainnya.

III.            Mengapa Konsep Materialitas Penting dalam Audit atas Laopran Keuangan
            Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat. Auditor tidak dapat memberikan jaminan karena ia tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Jika auditor diharuskan untuk memberikan mengenai keakuratan laporan keuangan, hal ini tidak mungkin dilakukan karena akan memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi manfaat yang dihasilkan. Disamping itu tidaklah mungkin seseorang menyatakan keakuratan laporan keuangan, mengingat bahwa laporan keuangan sendiri berisi pendapat, estimasi, dan pertimbangan dalam proses penyusunannya, yang seringkali pendapat, estimasi dan pertimbangan tersebut tidak tepat atau akurat seratus persen.
            Oleh karena itu menurut Mulyadi (2002), dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan jasa assurance  berikut ini :
1.      Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah – jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan dan dikompilasi.
2.      Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebahgai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.
3.      Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat, bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan ketidakberesan.
Dengan demikian ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor yaitu:
a.       konsep materialitas: menunjukkan seberapa besar salah saji yang dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut.
b.      konsep risiko audit: menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.

IV.            Pertimbangan Awal Mengenai Materialitas
            Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya. Penentuan materialitas ini, yang seringkali disebut dengan materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena keadaan yang melingkupi berubah, dan informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit.
            Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan pertimbangan kualitatif. Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dalam laporan keuangan seperti:
1.      Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan
2.      Total aktiva dalam neraca
3.      Total aktiva lancar dalam neraca
4.      Total ekuitas pemegang saham dalam neraca
Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji adapun faktornya seperti:
1.      Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum
2.      Kemungkinan terjadinya kecurangan
3.      Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan pada tingkat minimum tertentu.
4.      Adanya gangguan dalam trend laba
5.      Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat beriku ini:
a.       Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor mengenai kewajaran atas laporan keuangan secara keseluruhan.
b.      Tingkat saldo akun, karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh kesimpulan keseluruhan atas kewajaran laporan keuangan.

V.            Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, dan kedua pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanaam audit.
      Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karna terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran dalam laporan keuangan.
      Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi kekeliriuan atau kecurangan yang dampaknya secara individual atau secara gabungan, begitu signifikan sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
      Dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas, mula-mula auditor menentukan tingkat materialitas gabungan untuk setiap laporan keuangan. Untuk tujuan perencanaan audit, auditor harus menggunakan tingkat salah saji gabungan ang terkecil yang dianggap material terhadap salah satu laporan keuangan.
      Dasar pengambilan keputusan ini digunakan karena laporan keuangan adalah saling berhubungan satu dengan lainnya dan banyak prosedur audit berkaitan dengan lebih dari satu laporan keuangan.
      Pertimbangan awal auditor mengenai materialitas sering kali dibuat enam hingga Sembilan bulan sebelum tanggal neraca. Alternatif lain, materialitas dapat ditetapkan menurut hasil keuangan satu tahun yang lalu atau hasil keuangan lebih dari satu tahun yang lalu yang disesuaikan dengan perbahan-perubahan pada saat ini, seperti kondisi umum dari ekonomi dan trend industri.
Pertimbangan Materialitas melibatkan pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Pada pedoman kuantitatif, saat ini baik standar akuntansi maupun standar auditing berisi pedoman resmi mengenai pengukuran kuantitatif dari materialitas. Sedangkan pada pertimbangan kualitatif, pertimbangan kualitatif berhubungan dengan penyebab dari salah saji. Salah saji yang secara kuantitatif tidak material mungkin secara kualitatif akan material. Hal ini dapat terjadi ketika salah saji diakibatkan oleh suatu ketidakberesan atau tindakan melanggar hukum oleh klien. Penemuan atas terjadinya hal-hal tersebut dapat mengakibatkan auditor menyimpulkan bahwa terdapat risiko yang signifikan akan adanya salah saji tambahan yang serupa. AU 312.13 menyatakan bahwa walaupun auditor harus waspada terhadap salah saji yang secara kualitatif material, biasanya tidak praktis untuk merancang prosedur untuk mendeteksi salah saji tersebut.
VI.            Materialitas pada tingkat saldo akun
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang dapat muncul dalam suatu saldo akun hingga dianggap mengandung salah saji material. Salah saji hingga tingkat tersebut dikenal sebagai salah saji yang dapat ditolerir (tolerable mistatement). Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampur adukkan dengan istilah saldo akun material. Saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan. Saldo yang tercatat secara umum menyajikan batas atas jumlah dimana suatu akun dapat disajikan lebih. Sehingga saldo dengan akun yang lebih rendah dari materialitas sering disebut sebagai tidak material mengenai risiko lebih saji. Namun tidak ada batasan mengenai jumlah dimana suatu akun dengan saldo tercatat yang sangat kecil mungkin disajikan kurang. Sehingga, harus disadari bahwa akun-akun yang tampak memiliki saldo tidak material mungkin akan mengandung kurang saji melampaui materialitas. Auditor harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas laporan keuangan saat mempertimbangkan materialitas pada tingkat saldo akun. Tujuannya adalah untuk mengarahkan auditor dalam merencanakan audit guna mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material secara individual tapi jika digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun yang lain dapat material terhadap laporan keuangan secara material.
VII.            Alokasi Materialitas Laporan Keuangan Ke akun
Ketika pertimbangan awal auditor mengenai materialitas laporan keuangan dikuantifikasikan, estimasi pendahuluan mengenai materialitas untuk tiap akun bisa didapat dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan untuk akun neraca dan labarugi. Tapi karena kebanyakan salah saji pada laporan labarugi juga mempengaruhi neraca dan hanya terdapat akun neraca maka banyak auditor melakukan alokasi berdasarkan akun-akun neraca.
Dalam melakukan alokasi auditor harus mempertimbangkan (1) kemungkinan salah saji dalam akun, dan (2) biaya yang mungkin untuk menguji akun.
VIII.            Hubungan antara materialitas dengan bukti audit

Materialitas merupakan satu diantara diberbagai factor yang mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kecukupan bukti audit. Dalam membuat generalisasi hubungan antara materialitas dengan bukti audit, perbedaan istilah materialitas dan saldo akun material harus tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan ( hubungan terbalik).

Tidak ada komentar: